Dampak Lingkungan PT Tusam Hutani Lestari: Bagaimana Praktik Pengelolaan Hutan Diduga Menyebabkan Banjir Besar di Aceh dan Solusi Berkelanjutan
--
HARIANTEKNO.com – PT Tusam Hutani Lestari, perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPH-HTI) di Provinsi Aceh, kembali menjadi sorotan publik pasca-banjir bandang yang melanda beberapa kabupaten pada akhir 2024 hingga awal 2025. Bencana ini menewaskan puluhan korban, merendam ribuan rumah, dan menyebabkan kerugian materiil mencapai ratusan miliar rupiah.
Berbagai laporan investigasi dari organisasi lingkungan dan masyarakat adat menuding aktivitas deforestasi serta konversi lahan hutan primer oleh perusahaan tersebut sebagai pemicu utama meningkatnya kerentanan ekosistem terhadap banjir. Artikel ini menguraikan kronologi, mekanisme kausalitas, serta implikasi kebijakan berdasarkan data empiris dan regulasi yang berlaku.
Secara historis, PT Tusam Hutani Lestari memperoleh izin konsesi seluas lebih dari 100.000 hektare di wilayah Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues sejak dekade 1990-an. Izin ini diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.311/Menhut-II/2010 dan diperpanjang melalui mekanisme evaluasi periodik.
Namun, citra satelit Landsat 8 dan Sentinel-2 yang dianalisis oleh Global Forest Watch menunjukkan penurunan tutupan hutan primer sebesar 28% di area konsesi tersebut antara tahun 2015 hingga 2023. Penurunan ini berkorelasi dengan peningkatan intensitas penebangan untuk kebutuhan industri kayu lapis dan pulp.
Mekanisme hidrologis yang menghubungkan deforestasi dengan banjir dapat dijelaskan melalui prinsip dasar ekohidrologi. Hutan primer berfungsi sebagai spons alami yang menyerap curah hujan hingga 300–500 mm per hari melalui intersepsi kanopi, infiltrasi tanah, dan transpirasi.
Ketika hutan digunduli, koefisien aliran permukaan (runoff coefficient) meningkat dari 0,1–0,2 menjadi 0,6–0,8, sebagaimana dihitung dalam model Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Akibatnya, volume limpasan air hujan langsung mengalir ke sungai-sungai kecil di Pegunungan Gayo, mempercepat debit puncak banjir.